PELATIHAN BELA NEGARA: Indah Untuk Dikenang, Tidak Untuk Diulang
Minggu, Mei 07, 2017
Dok. Pribadi
“Dari Pelatihan Bela
Negara banyak pelajaran yang saya ambil, dan yang paling berkesan adalah
disiplin dan kebersamaan.” – R. Nurjauzaul Haq
***
7 bulan yang lalu,
belum terlalu lama. Tepatnya di bulan September 2016, saya sebagai mahasiswa
baru di salah satu universitas swasta di Garut, diwajibkan mengikuti Pelatihan
Bela Negara di Batalion 303 Cibuluh Garut bersama para TNI yang terkenal dengan
sebutan Macannya Garut.
Dari sebutannya aja
udah kebayang kan seremnya gimana? Eiiits, jangan salah. Iya sih serem, iya,
iya emang, gak deng becanda. Yang membuat jadi menyeramkan itu karena terlalu
banyak kicauan-kicauan kakak tingkat yang tidak enak didengar dan tidak
terbayang jika dipikirkan. Dalam pikiran ini sangat tertanam bahwa Pelatihan
Bela Negara sangat keras dan menakutkan. Padahal kenyataannya gak selebay itu,
teman-teman. Kita gak disuruh masuk kandang macan beneran kok, jadi gak ada
yang perlu ditakuti, iya kan?
Sebelumnya, saya juga
pernah mengikuti semacam pelatihan bela negara di SMA yang diselenggarakan
diluar kota. Saya pikir mungin akan sama karena sama-sama dengan TNI, namun
ternyata berbeda. Yang ini jauh lebih.. apa ya? Pokoknya banyak lebihnya deh.
Hari menuju pengumuman
pembagian gelombang pun tiba, saat itu saya sedang tugas menjaga Bapak yang
sedang dirawat di salah satu Rumah Sakit di Garut, sedih sekali rasanya, harus
pergi jauh dan gak pulang selama 4 hari. Padahal orang tua sedang sakit keras
pada saat itu. Ya, tapi mau gimana lagi, kewajiban memaksa saya untuk tega
melakukan ini.
Pembagian gelombang pun
diumumkan, dan ternyata saya ditempatkan di gelombang 2, bersyukur karena masih
bisa menjaga Bapak dan berharap segera keluar Rumah Sakit, juga bersyukur karena
bisa tanya-tanya dulu nanti sama temen-temen yang sudah berangkat gelombang 1.
Sehari sebelum
keberangkatan, Bapak tak kunjung diberi izin pulang padahal sudah hampir 11
hari dirawat. Gelisah, antara ikut dan tidak. Tapi Ibu memaksa, pentingkan yang
lebih wajib, menyuruh saya harus mengikuti PBN ini.
Tibalah
hari keberangkatan, dengan segondol tas yang isinya berbagai macam
perlengkapan, menggunakan kaos bela negara dan topi. Saya berangkat menuju
kampus sendiri, bertemu teman-teman dan diarahkan menuju aula untuk berkumpul
karena akan diadakan pengarahan dan pelepasan. Disana kami diarahkan, diberi tahu tata tertib. Kami dilepas langsung oleh Bapak Bupati dan Bapak Rektor.
Saya
masih ingat, saya berangkat dengan truk nomor 4 dan duduk bersama teman saya
didepan, juga bersama TNI pendamping kami. Sepanjang perjalanan menuju
Batalion, kami banyak bercerita mulai dari perkenalan hingga cerita tentang
Bela Negara. Beliau mengatakan, nanti saat kami tiba disana, kami akan disambut
dengan tarian-tarian, padahal saya sudah
tahu saat nanti tiba, turun dari truk kita akan disambut oleh hujan peluru
alias tembakan tiarap.
Saya
tahu dari salah satu teman, ia mengatakan bahwa siapkan mental dan fisik, kamu
akan dihujani bentakan dan banyak kegiatan, gak perlu khawatir karena jika
tentang makan kamu pasti kenyang, kata dia.
Benar
saja, tiba disana hujan peluru pun turun, saya langsung berjalan tiarap dan
tidak boleh menunjukan gigi, jika menunujukan gigi, kami akan disuruh menggigit
kayu dan tidak boleh dilepaskan sebelum ada perintah.
Dalam
hati saya hanya berbicara “Santai-santai, ini belum apa-apa, nanti masih ada
yang lebih dari ini, kuat-kuat.” menguatkan hati sendiri. Kami diarahkan menuju
lapangan. Diperintahkan untuk duduk rapih disaat matahari sangat terik. Rasanya
ingin pulang saja, tapi sudah terlanjur masuk kandang macan.
Kami
melaksanakan apel pembukaan lalu dibagi kompi dan pleton. Senangnya, saya terus
ditakdirkan bersama sahabat saya sejak MTs, Neng Sella Nuryana. Kami sekelas 3
tahun di MTs, berpisah di SMA namun terus menjalin hubungan baik, kuliah
sekelas lagi untuk 4 tahun kedepan dan Bela Negara sepleton juga sekompi.
Bersyukur sekali, masih ada teman untuk diajak berkeluh kesah dalam menghadapi
4 hari kedepan.
Setelah
pembagian, kami diarahkan menuju lapang parkir, kami diperintahkan untuk
membawa nasi dan lauk pauk yang telah kami bawa. Lalu kami memakannya
bersama-sama. Makanan tersebut harus habis tak bersisa, kami terus digilir
kepinggir, saat makanan tak kunjung habis. Makan punya siapa saja, minum
sebotol air bersama-sama. Tidak ada lagi kata jijik, apalagi berkata tidak mau
makan. Duh, jangan dikatakan.
Setelah
makan selesai, kami diarahkan menuju barak tempat kami beristirahat di malam
hari nanti. Menyimpan segala macam perlengkapan, dan kembali mengisi berbagai
macam kegiatan. Kegiatan selesai sekitar pukul 22.00 malam. Kami pun
beristirahat menuju barak. Tak lama setelah istirahat, terdengar peluru
tembakan dimana kami harus bertiarap, tengah malam, kami diperintahkan pergi
keluar barak. Dimana sepatu kami sudah diacak-acak, dan harus ketemu. Beberapa
orang tidak menemukan sepatunya di malam itu, sehingga mereka harus
melaksanakan sikap tobat.
Namun
kesan yang baik di malam itu adalah, untuk pertama kalinya saya berbaring di tanah
menghadap langit di malam hari, indah, dingin, meski bintang tak terlalu
banyak. Cape pun terasa hilang, meski berbaring hanya sebentar. Selanjutnya,
kami pun diperintahkan untuk tidur kembali dan bangun di pagi hari.
Di
pagi hari, kami bangun dan langsung menuju masjid untuk melaksanakan shalat.
Setelah itu, kami berolahraga bersama para pelatih. Kembali menuju barak untuk
menyimpan peralatan shalat. Lalu menuju tempat makan, untuk makan bersama. Kami
makan dengan menu yang berbagai macam, dengan porsi yang lumayan besar. Harus
habis. Jika tidak, kami akan meminta bantuan teman yang lain untuk dihabiskan.
Kegiatan
demi kegiatan kami lalui, yang saya ingat hari itu kami latihan tembak, juga
mengikuti berbagai macam materi dari para TNI. Saya sedikit sudah lupa rincian
kegiatannya, hehe. Hari itu yang saya kaget adalah ketika makan siang. Makan
siang yang cukup menegangkan karena beberapa makanan yang tak biasa kami makan,
disana tersedia dan harus dihabiskan. Beberapa orang bahkan menyerah karena
tidak sanggup memakan makanan tersebut. Ada pisang rasa apel disana.
Salah satu sahabat saya saat sedang latihan tembak. Dok. Pribadi
Pagi
keesokan harinya pun sama seperti biasanya, shalat, olahraga, lalu makan. Hari
itu kami mengikuti materi juga beberapa kegiatan fisik yang cukup menantang.
Mengikuti halang rintang, terjun apa ya saya lupa namanya, melewati seutas tali
tambang dengan jalan diatasnya, dll. Makan siang kali ini juga tidak jauh
berbeda dengan menu sebelumnya, dengan beberapa menu yang tidak biasa kami
makan. Namun ya tetap dinikmati, anehnya saya selalu habis meski makan dengan
apa saja. Ketakutan akan diberi sanksi lebih menguasai saya dibanding merasa
tidak biasa memakan makanan tersebut. Malamnya, kami mengikuti jurit malam,
sedikit menyeramkan karena dilaksanakan larut malam. Kami dibagi dalam beberapa
kelompok. Satu kelompok berisi 5 orang. Malam itu saya bersama lagi dengan Neng
Sella dan beberapa teman lain, 2 laki-laki dan 1 wanita. Kami diberi arahan
agar tidak melakukan hal-hal yang mengundang makhluk yang lain, juga
diperintahkan untuk menghafal separagraf informasi mengenai universitas kami.
Kami
diperintah untuk mengikuti beberapa pos. Sepanjang perjalanan kami melantunkan
ayat suci Al Qur’an. Di pos pertama, kami ditanya beberapa hal, dilumuri masker
berbau kurang sedap. Disana saya menangis, karena tidak kuat ketika ditanya
tentang orang tua. Baper gitu temen-temen, huhu.
Di
pos ke berapa saya lupa, saya mendengar suara yang kurang enak didengar,
ternyata itu adalah makhluk buatan yang dibuat para pelatih. Lumayan kaget dan
membuat nyali menciut. Benar saja, ketika tiba di pos itu, kami diperlihatkan
makhluk tersebut, tapi tak setakut jika melihat aslinya, karena sudah tahu
bahwa itu hanya buatan.
Di
pos terakhir kami menalar hafalan yang sebelumnya kami hafalkan, di tengah
malam kami disuruh masuk satu kolam. Dingin, tapi ya jadi kenangan yang
mengesankan, kapan lagi kayak gini kan.
Hari
kepulangan pun tiba, pagi itu hujan. Kegiatan pun sedikit terlambat dari
biasanya karena cuaca. Hari itu hari paling ramai. Kami melaksanakan games
setelah aktivitas pagi biasanya. Games yang seru sekali. Dengan beberapa
hukuman yang menggelitik perut jika melihat teman-teman lain dihukum. Pada
games itu saya bersama satu kompi kena hukuman juga, menyalami seluruh peserta lain. Pegal, namun
berkesan. Hari itu kami berfoto bersama. Menjalani apel penutupan dan makan
bersama, kali ini makan parasmanan, dengan menu khas sunda yang sangat enak.
Kami pun pulang dengan truk yang sama saat keberangkatan, saya tiba di rumah
pukul 5 sore. Senangnya hari itu, ditambah Bapak sudah kembali ke rumah dalam
keadaan sehat wal’afiat. Alhamdulillah.
Dok. Pribadi
Dalam
pelatihan bela negara ini kami diajarkan untuk gesit dan cekatan, tidak boleh
lelet apalagi terlambat mengikuti kegiatan. Disiplin, dan kebersamaan. Sedih,
takut, menengangkan, seru, ramai, capek, senang, semuanya campur aduk saat
mengikuti kegiatan ini. Pelatihan bela negara yang indah untuk dikenang, namun
tidak untuk diulang. :D
7 komentar
Unch
BalasHapusWow...Wow..Wow... Keren tentunya itu Momen yang sangat luar biasa, kalau di Korea itu secam wamil (Wajib Militer) aaaahhhh jadi pengen ikutan juga 😍😍😍
BalasHapusIya betul A Ipan, semacam WaMil. Ayo, ikut nanti jika ada kesempatan. :D
HapusKeren za.. Lanjutkan
BalasHapusAlhamdulillah, makasih teh!:D
HapusInteresting story :)
BalasHapusThank you. :)
Hapus